Bab 44 – Warisan Para Tetua: Gema Penyeimbang
Setelah berhasil menenangkan Golem Penjaga Gema, pendaran lembut dari jantung Ruang Gema Sylvarian seolah menarik Ruhosi, Elara, dan Lyris untuk melangkah lebih dalam. Udara semakin terasa murni dan kuno, dan melodi tanpa kata yang samar kini terdengar lebih jelas, seperti bisikan dari zaman yang telah lama hilang.
Mereka tiba di sebuah aula raksasa yang langit-langitnya disangga oleh pilar-pilar kristal alami yang menjulang tinggi, memancarkan cahaya bintang redup. Di tengah aula, di atas sebuah altar batu obsidian yang permukaannya dihiasi ukiran rumit berbagai simbol ras kuno Alkein, terbaringlah sebuah objek. Itu bukan pedang berkilau atau tongkat sihir megah, melainkan sebuah batang logam berwarna kelabu kusam, panjangnya sekitar satu setengah lengan Ruhosi, dengan beberapa batu permata kecil berbagai warna (merah menyala, biru laut, hijau hutan, kuning tanah, dan putih mutiara) tertanam di sepanjang gagangnya, tampak tak berdaya dan dilupakan.
"Apa… itu?" bisik Elara, merasakan energi yang sangat tua namun tertidur memancar dari objek tersebut.
Lyris mendekat dengan hati-hati, matanya membelalak takjub saat melihat ukiran di altar. "Ukiran ini… ini adalah simbol-simbol dari Era Persatuan, ketika para tetua dari berbagai ras besar – Manusia Purba, Elf Kuno, Kurcaci Batu Dalam, Naga Langit, dan bahkan beberapa perwakilan Ras Bayangan awal – mencoba bekerja sama untuk memahami kekuatan-kekuatan fundamental Alkein."
Ruhosi melangkah maju, tatapannya terpaku pada batang logam itu. Kalung Luthien di lehernya mulai berdenyut semakin kuat, memancarkan kehangatan yang familiar. Ia bisa merasakan tarikan aneh dari objek tersebut, seolah ada bagian dari dirinya yang mengenalinya.
"Aku pernah membaca fragmen legenda yang sangat langka tentang ini," lanjut Lyris, suaranya penuh kekaguman. "Konon, ribuan juta tahun yang lalu, para tetua dari berbagai ras utama Alkein menghadapi sebuah fenomena—munculnya individu-individu dengan kekuatan campuran yang tak terduga, energi yang belum bisa mereka pahami sepenuhnya, dan berpotensi mengacaukan keseimbangan yang ada. Alih-alih menghancurkannya, mereka mencoba… 'menyimpannya'."
Ia menunjuk ke batang logam itu. "Mereka bekerja sama, menyatukan serpihan energi alami dari esensi ras mereka masing-masing—api abadi Kurcaci, bisikan angin Naga, cahaya bintang Elf, ketahanan tanah Manusia Purba, dan bahkan sentuhan kehampaan Bayangan—lalu menempa sebuah artefak. Tujuannya bukan untuk menghancurkan, tapi untuk 'menyegel' atau lebih tepatnya, 'menyeimbangkan' dan 'memahami' kekuatan campuran tersebut. Senjata ini… atau lebih tepatnya, 'alat' ini, diberi nama Gema Penyeimbang."
Ruhosi merasakan bulu kuduknya berdiri. Energi alami dari setiap ras… kekuatan campuran… Ini terdengar seperti dirinya.
"Tapi mengapa ia ada di sini? Di tempat suci Sylvarian?" tanya Elara.
"Luthien," jawab Lyris singkat. "Jurnalnya menyebutkan bahwa ia menemukan kembali pengetahuan tentang Gema Penyeimbang dan percaya bahwa alat itu bukanlah untuk menyegel, melainkan untuk menjadi konduktor bagi mereka yang membawa 'simfoni energi' dalam diri mereka. Ia mungkin membawa atau menemukan kembali artefak ini dan menyimpannya di sini, di tempat yang paling selaras dengan Harmoni Awal, menunggu jiwa yang tepat untuk membangkitkannya."
Ruhosi, tanpa sadar, sudah berdiri tepat di depan altar. Ia mengulurkan tangannya yang sedikit gemetar ke arah Gema Penyeimbang. Saat ujung jarinya menyentuh permukaan logam kelabu yang dingin itu, sebuah gelombang energi dahsyat namun tidak menyakitkan menyapu seluruh ruangan.
Batu-batu permata di gagang Gema Penyeimbang mulai bersinar satu per satu, masing-masing memancarkan aura energi yang berbeda namun saling melengkapi. Merah, biru, hijau, kuning, putih… lalu, dari kalung Luthien di leher Ruhosi, Simbol Persatuan Kuno itu memancarkan cahaya putih keemasan yang kuat, seolah menjawab panggilan Gema Penyeimbang.
Batang logam kelabu itu mulai bergetar. Permukaannya yang kusam perlahan mengelupas, memperlihatkan lapisan di bawahnya yang terbuat dari jalinan berbagai jenis logam dan kristal berwarna-warni yang tak dikenal, semuanya berputar dan menyatu dalam harmoni yang sempurna. Bentuknya tidak lagi kaku, melainkan seolah cair dan bisa berubah.
"Ruhosi!" seru Elara, khawatir sekaligus takjub.
Ruhosi sendiri merasakan aliran energi yang luar biasa masuk ke dalam dirinya, menyatu dengan Aura Senjanya. Ia merasakan kekuatan api Kurcaci yang membara namun terkendali, kelincahan angin Naga, ketenangan cahaya Elf, ketangguhan tanah Manusia, dan bahkan kedalaman misterius Bayangan—semua beresonansi dengan aspek-aspek berbeda dalam dirinya yang selama ini sering bergejolak.
Ia mengangkat Gema Penyeimbang itu. Terasa pas di tangannya, seolah memang diciptakan untuknya. Batang itu kini memancarkan aura pelangi lembut, dan Ruhosi bisa merasakan bahwa ia bisa mengarahkan bentuk dan fungsinya dengan pikirannya, disesuaikan dengan kebutuhan Aura Senjanya.
Dengan fokus, ia membayangkan tombak. Gema Penyeimbang itu memanjang dan meruncing di salah satu ujungnya, membentuk mata tombak yang terbuat dari kristal energi murni, sementara gagangnya tetap nyaman digenggam, kini dialiri energi campuran hitam dan putih keemasan dari Aura Senjanya. Ini bukan lagi tombak kayu. Ini adalah perpanjangan dari jiwanya.
Lyris menatap dengan mulut ternganga. "Dia… dia telah membangkitkannya. Ikatan Artefak Kuno – Gema Penyeimbang telah terbentuk."
Ruhosi mencoba mengayunkan senjata barunya. Terasa ringan namun sangat kuat. Ia merasakan gelombang kekuatan baru, bukan hanya kekuatan fisik, tapi juga pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana berbagai energi bisa bekerja sama.
"Ini… ini luar biasa!" seru Ruhosi, matanya berbinar-binar menatap senjata barunya. Ia tidak lagi hanya membawa warisan Luthien, tapi juga warisan dari para tetua berbagai ras Alkein.
Elara tersenyum lebar, ikut merasakan kebahagiaan dan kekuatan yang terpancar dari Ruhosi. Ia tahu, ini adalah langkah besar bagi sahabatnya itu.
Namun, saat Ruhosi sedang mengagumi Gema Penyeimbang, ujung mata tombak kristal itu tiba-tiba sedikit berkedip, memancarkan cahaya merah redup sesaat—warna yang sama dengan garis ancaman di Lensa Kabutnya. Firasat akan adanya bahaya dari luar kembali menyergapnya, kini terasa lebih jelas, seolah Gema Penyeimbang ini juga bisa merasakan ancaman terhadap keseimbangan Alkein.
Petualangan Ruhosi dengan senjata barunya baru saja akan dimulai, dan sepertinya, tantangan pun sudah menanti tidak jauh di depan.