Cherreads

Chapter 28 - Bab 30 (Alkein-Ruhosi)

Bab 30 – Embun Pagi di Lembah Cahaya

Malam pertama Ruhosi di Lumina'val terasa… aneh. Setelah pertemuan dengan Tetua Elarael, Lyris mengantarnya ke sebuah bilik tamu yang sederhana namun indah, terjalin dari kayu hidup dan kelopak bunga raksasa yang memancarkan cahaya lembut sebagai penerangan. Tidak ada pintu, hanya tirai dari sulur-sulur tanaman merambat. Kasurnya terbuat dari lumut tebal yang empuk dan harum.

"Ini terlalu… bersih," gumam Ruhosi sambil merebahkan diri. "Nggak ada bau tanah atau asap bakaran sama sekali. Gimana aku bisa mimpi dikejar monster kalau wangi begini?"

Meski begitu, kelelahan setelah perjalanan panjang dan semua kejadian hari itu akhirnya membuatnya terlelap, meski tidurnya sedikit gelisah. Ia bermimpi tentang hutan-hutan gelap yang familiar, lalu tiba-tiba berganti menjadi taman-taman bercahaya yang membingungkan.

Paginya, Ruhosi terbangun oleh suara nyanyian merdu yang berasal dari luar. Bukan nyanyian manusia, tapi seperti paduan suara alam itu sendiri—angin, air, dan kicauan burung-burung aneh yang belum pernah ia dengar. Ia melompat dari tempat tidurnya, rasa penasaran langsung mengalahkan kantuk.

Elara sudah menunggunya di luar, ditemani Lyris. Wajah Elara tampak segar dan ceria, rambut pink peraknya berkilau tertimpa embun pagi.

"Selamat pagi, Ruhosi!" sapa Elara. "Apa tidurmu nyenyak?"

"Pagi! Lumayan sih, cuma nggak ada monster yang gangguin, jadi agak kurang seru," jawab Ruhosi sambil meregangkan tubuh. "Itu tadi suara apa? Kayak ada konser alam semesta."

Lyris tersenyum. "Itu adalah Nyanyian Pagi Lumina'val, Ruhosi. Cara kami menyambut hari baru." Ia kemudian mengajak Ruhosi untuk sarapan.

Sarapan para Elf terdiri dari buah-buahan segar berwarna-warni yang rasanya manis dan sedikit asam, roti yang terbuat dari serbuk sari bunga, dan minuman hangat dari embun bunga yang rasanya seperti nektar.

"Wah, enak juga!" seru Ruhosi setelah melahap beberapa potong buah. "Tapi… nggak ada daging asap atau ikan bakar ya?"

Elara terkikik. "Kami para Elf tidak banyak makan daging, Ruhosi. Kami lebih suka mengambil berkah langsung dari alam."

Setelah sarapan, Tetua Elarael menemui mereka di taman utama, tempat Orb Kehidupan berdenyut lembut.

"Ruhosi," sapa Tetua Elarael, matanya memancarkan kehangatan. "Aku harap kau beristirahat dengan baik. Hari ini, aku ingin kau mulai mengenal Lumina'val lebih dalam. Elara akan menemanimu."

Ia kemudian memberikan sebuah liontin kecil kepada Ruhosi, terbuat dari sepotong kristal bening yang terikat tali sutra. "Ini adalah 'Penala Jiwa'. Kenakan ini. Ia akan membantumu menyelaraskan auramu dengan energi murni Lumina'val, sehingga kau tidak merasa terlalu tertekan, dan kami juga bisa lebih memahami sifat kekuatanmu."

Ruhosi menerima Penala Jiwa itu dan langsung memakainya. Rasanya sejuk di kulitnya, dan benar saja, ia merasa sedikit lebih ringan, seolah beban tak kasat mata terangkat dari pundaknya. Asap hitam dari retakan kulitnya yang biasanya tertekan kini tampak lebih tenang, berputar lembut bercampur dengan pendaran hijau dan putih dari Aura Senjanya.

"Terima kasih, Nenek Tetua!" kata Ruhosi. "Rasanya kayak habis mandi di air terjun pelangi!"

"Tugas pertamamu hari ini, Ruhosi," lanjut Tetua Elarael, "adalah mengunjungi 'Kolam Kenangan' yang terletak di jantung Taman Kuno. Elara tahu tempatnya. Di sana, airnya menyimpan gema dari masa lalu Lumina'val. Duduklah di tepinya, pejamkan matamu, dan biarkan Penala Jiwa ini membantumu merasakan. Mungkin… kau akan menemukan jejak Luthien, atau bahkan bisikan dari darah Sylvarian dalam dirimu."

Mata Ruhosi berbinar. "Kolam Kenangan? Bisa lihat masa lalu? Keren! Apa aku bisa lihat resep rahasia masakan monster terenak di sana?"

Tetua Elarael hanya tersenyum penuh arti. "Fokuskan niatmu untuk mencari jati dirimu, Ruhosi. Jawaban akan datang dalam bentuk yang tak terduga."

Elara tampak antusias. "Ayo, Ruhosi! Taman Kuno itu indah sekali!"

Maka, dimulailah penjelajahan Ruhosi di Lumina'val bersama Elara. Mereka berjalan melewati jembatan-jembatan yang terbuat dari akar pohon hidup, menyusuri jalan setapak yang dikelilingi bunga-bunga bercahaya, dan bertemu dengan para Elf yang sibuk dengan aktivitas mereka—ada yang melukis dengan cahaya, ada yang memainkan alat musik dari bambu kristal, ada yang bermeditasi di bawah air terjun mini.

Ruhosi, dengan segala kekonyolannya, tentu saja menarik banyak perhatian. Ia mencoba meniru tarian para Elf penari (dan berakhir dengan hampir jatuh ke kolam), bertanya pada seorang Elf pematung apakah patung griffinnya bisa terbang, dan bahkan mencoba "berkenalan" dengan seekor rusa bertanduk permata yang ternyata adalah hewan peliharaan salah satu tetua.

Elara harus sabar menjelaskan berbagai hal, kadang sambil menahan tawa, kadang sambil meminta maaf atas nama Ruhosi. Namun, ia juga melihat sisi lain Ruhosi. Di balik semua tingkahnya, ada rasa ingin tahu yang tulus dan kemampuan untuk melihat keindahan dengan caranya sendiri.

Saat mereka tiba di Taman Kuno, suasananya terasa lebih sakral. Pohon-pohon di sini adalah yang tertua di Lumina'val, dan udara dipenuhi bisikan sejarah. Di tengah taman, terdapat sebuah kolam bundar dengan air yang begitu jernih hingga dasarnya terlihat, memantulkan langit seperti cermin. Itulah Kolam Kenangan.

"Ini dia tempatnya," bisik Elara.

Ruhosi mendekati kolam itu perlahan. Ia bisa merasakan energi kuat yang memancar darinya. Penala Jiwa di lehernya bergetar samar. Ia duduk di tepi kolam, sementara Elara duduk tak jauh darinya, mengamati dengan penuh harap.

"Oke, Kolam Keren," gumam Ruhosi. "Kata Nenek Tetua, kamu bisa kasih aku petunjuk. Coba kita lihat… apa sih yang mau kamu tunjukkin adaku, anakpaling keren sedunia ini?"

Ia memejamkan mata, mencoba menenangkan pikirannya yang biasanya selalu melompat-lompat. Ia menyentuh Penala Jiwa, lalu perlahan, ia mulai merasakan sesuatu… gema-gema samar dari masa lalu, bisikan-bisikan suara yang tak ia kenali, dan kilasan-kilasan cahaya yang menari di balik kelopak matanya. Perjalanan untuk menemukan jejak leluhurnya baru saja dimulai.

More Chapters