Bab 39 – Harmoni Gerak di Hutan Cahaya
Penemuan tentang Ruang Gema Sylvarian dan potensi kalung Luthien sebagai kuncinya membuat Ruhosi dan Elara sangat bersemangat. Bersama Lyris, mereka segera menghadap Tetua Elarael untuk menyampaikan temuan dari tablet batu giok yang merespons kalung Ruhosi.
Tetua Elarael mendengarkan dengan penuh perhatian, matanya yang bijak menatap Ruhosi dengan sorot yang semakin dalam. "Ruang Gema Sylvarian…" gumamnya setelah mereka selesai. "Sebuah tempat di mana batas antara dunia fisik dan dunia roh menipis, di mana lagu pertama Alkein konon masih bergema. Jika benar kalung Luthien dan darahmu bisa membawamu ke sana, Ruhosi, ini adalah kesempatan langka untuk memahami warisan leluhurmu dan mungkin juga… takdir yang lebih besar."
Ia berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Namun, perjalanan menuju atau bahkan untuk bisa 'merasakan' pintu masuk ke Ruang Gema bukanlah hal yang mudah. Ia tidak hanya membutuhkan keselarasan batin dan spiritual, tapi juga kepekaan fisik dan harmoni gerakan yang selaras dengan energi kuno Lumina'val. Insting liarmu dan kekuatan Aura Senjamu memang hebat, Nak, tapi kau perlu sedikit… polesan Sylvarian."
Ruhosi langsung nyengir. "Dipoles? Kayak batu akik biar kinclong gitu, Nenek Tetua?"
Tetua Elarael tersenyum tipis. "Bisa dibilang begitu. Kau akan membutuhkan kelincahan, keseimbangan, dan kemampuan untuk bergerak seringan angin namun sekuat akar pohon. Oleh karena itu…" Ia menoleh ke arah Penjaga Rael yang berdiri tak jauh dari sana, yang sejak tadi memasang wajah skeptis namun penuh perhatian.
"Rael," panggil Tetua Elarael. "Aku ingin kau melatih Ruhosi dalam seni gerak dan kewaspadaan Sylvarian. Ajarkan dia cara kami bergerak menyatu dengan hutan, cara kami merasakan setiap jengkal tanah di bawah kaki kami."
Penjaga Rael tampak sedikit terkejut, lalu membungkuk hormat. "Sesuai perintah Anda, Tetua. Meskipun… metodenya mungkin akan sedikit berbeda dari yang biasa ia lakukan." Ada nada keraguan dalam suaranya, namun juga secercah rasa ingin tahu untuk melihat bagaimana anak aneh ini akan bertahan.
Maka, dimulailah sesi latihan fisik Ruhosi di bawah pengawasan Penjaga Rael yang terkenal disiplin dan kaku. Latihan pertama mereka diadakan di bagian hutan Lumina'val yang lebih lebat, di mana pohon-pohon perak menjulang tinggi dan akar-akarnya membentuk labirin alami.
"Seorang Sylvarian sejati bisa melintasi hutan ini tanpa meninggalkan jejak, tanpa menimbulkan suara sekecil apapun," kata Rael dengan nada datar, matanya yang tajam mengawasi setiap gerakan Ruhosi. "Cobalah kau ikuti aku."
Rael kemudian bergerak, melompat dari dahan ke dahan dengan keanggunan dan kecepatan yang nyaris tak terlihat, kakinya seolah tak pernah menyentuh tanah. Ia menghilang di antara dedaunan dalam sekejap.
Ruhosi mencoba mengikutinya. Ia memang lincah berkat pengalamannya di hutan belantara, tapi gayanya jauh dari anggun. Ia melompat, BRAK! – sebuah dahan kecil patah. Ia mencoba berlari tanpa suara, KRESSEK KRESSEK! – kakinya menginjak tumpukan daun kering.
"Ini hutan apa perpustakaan sih? Kok nggak boleh berisik?" gerutu Ruhosi sambil menggaruk kepalanya, membuat Rael yang muncul kembali entah dari mana hanya bisa menghela napas panjang.
Elara, yang diizinkan untuk mengamati (dan sesekali memberikan semangat pada Ruhosi), terkikik geli.
Latihan berikutnya adalah keseimbangan. Rael meminta Ruhosi untuk berjalan di atas dahan pohon yang sangat tinggi dan tipis, menyeberangi celah di antara dua pohon. Ruhosi awalnya mencoba dengan sedikit sombong, mengandalkan Napas Anginnya untuk membantunya.
"Gampang ini mah!" serunya, lalu… WUSSS! BRUK! Ia hampir terjatuh jika tidak sigap menggunakan Aura Senjanya untuk menciptakan pijakan udara sesaat, yang tentu saja membuat Rael semakin mengerutkan kening.
"Itu bukan cara Sylvarian, Anak Muda!" tegur Rael. "Kau harus merasakan keseimbangan dari dalam dirimu, dari napasmu, bukan dengan sihir mentah!"
Meskipun awalnya penuh dengan keluhan, tawa (dari Elara), dan helaan napas frustrasi (dari Rael dan Ruhosi sendiri), Ruhosi tidak menyerah. Sifat pantang menyerahnya yang sudah tertempa di alam liar muncul. Ia mulai memperhatikan Rael lebih saksama, mencoba meniru bukan hanya gerakannya, tapi juga cara Rael "merasakan" hutan.
Perlahan, ada kemajuan. Ia masih sering membuat suara, tapi tidak separah sebelumnya. Lompatannya masih bertenaga besar, tapi ia mulai bisa mendarat sedikit lebih halus. Ia bahkan berhasil menyeberangi dahan tipis itu tanpa "trik" Aura Senja, meskipun dengan wajah tegang penuh konsentrasi dan Elara yang bertepuk tangan di bawah.
"Lumayan… untuk seorang… pendatang," komentar Rael datar, meskipun ada sedikit nada pengakuan yang nyaris tak terdengar di sana.
Di sela-sela latihan fisik, Ruhosi juga terus mencoba bermeditasi dengan kalungnya, berusaha merasakan "tarian energi" di dalam dirinya. Kadang, saat ia berlatih keseimbangan atau kelincahan dengan Rael, ia tanpa sadar menerapkan prinsip keseimbangan internal yang ia pelajari dari meditasi itu, membuat gerakannya sedikit lebih harmonis.
Elara sering menemaninya, kadang membawakan buah-buahan segar atau sekadar berbagi cerita tentang Lumina'val. Kehadirannya seolah menjadi penyeimbang bagi kerasnya latihan Rael dan sifat Ruhosi yang kadang meledak-ledak. Benang pink keperakan di Lensa Kabut Ruhosi selalu terasa hangat dan menenangkan saat Elara ada di dekatnya.
Latihan fisik ini bukan hanya menempa tubuh Ruhosi, tapi juga pikirannya. Ia mulai memahami bahwa kekuatan bukan hanya tentang tenaga besar atau serangan dahsyat, tapi juga tentang presisi, keheningan, dan harmoni dengan alam sekitarnya—pelajaran penting yang mungkin akan sangat ia butuhkan, baik untuk menemukan Ruang Gema Sylvarian maupun untuk menghadapi ancaman yang masih menunggunya di luar sana.
Satu sore, setelah sesi latihan yang sangat melelahkan, Ruhosi, Elara, dan Rael (yang tampak sedikit lebih tidak kaku dari biasanya) beristirahat di bawah pohon besar. Tiba-tiba, Ruhosi merasakan Penala Jiwa di lehernya bergetar lembut, dan dari arah jantung Lumina'val, ia seolah mendengar bisikan melodi yang sangat samar, mirip dengan yang ia dengar di Kolam Kenangan.
"Kalian… dengar itu?" tanya Ruhosi pelan.
Elara dan Rael saling pandang, lalu menggeleng. Mereka tidak mendengar apa-apa.
Mata Ruhosi tertuju ke arah tertentu di kedalaman hutan. Sepertinya, latihannya dan koneksinya dengan warisan Luthien mulai membuka indera baru, atau setidaknya, mempertajam kepekaannya terhadap bisikan kuno lembah itu. Mungkin… Ruang Gema Sylvarian tidak hanya menunggu untuk ditemukan, tapi juga mulai memanggilnya.